Bersiap Menghadapi Intrik di Tahun Politik
Oleh: Zuliyanto (Ketua Bidang Humas DPD PKS Kab. Serang)
Setahun menjelang PEMILU 2014, partai politik terus memanaskan mesin politiknya. Tidak hanya menyolidkan barisan internal partainya, partai politik pun tidak lupa terus mengawasi pergerakan calon kompetitornya dengan sesekali memanfaatkan pemberitaan negatif yang terjadi di pihak lawan untuk kemudian memberikan kesan potif bagi partainya. Minimal kompetitor di buat sibuk dengan urusan menangkis pemberitaan negatif di media massa. Intrik demi intrik pun terus bergulir melahirkan berbagai macam spekulasi.
Di tahun ini publik disuguhkan dengan drama politik tiap harinya. Mulai dari penggulingan ketua umum partai, proses transfer kader partai dari satu partai politik ke partai lainya hingga persoalan humum para politisi. Bahkan berbagai macam bumbu penyedap ditambahkan agar kejadian – kejadian politik semakin menarik misalnya saja tentang transfer politisi dari satu partai ke partai lainya yang mirip transfer pemain di dunia sepakbola. Kepindahan para politisi ini sepertinya sudah tidak memperhatikan lagi latar ideologi suatu partai. Kekecewaan dengan ketua umum, tidak lagi sejalan dengan partai, menyimpang dari garis partai menjadi dalih pendukung transfer antar politisi ini. Agar lebih dramatis, maka proses transfer pun di bumbui secara simbolis dengan pelepasan jaket partai dan menggantinya dengan jaket partai yang didukungnya sekarang. Atau bisa juga dengan membakar KTA, kaos dan bendera partai.
Drama politik pun akhirnya berujung pada intrik. Bahkan tidak segan – segan intrik dijalankan dengan jalan yang paling kotor lewat jebakan – jebakan dan fitnah. Inilah kemudian publik, dan kita sebagai kader PKS, tiba – tiba saja terhenyak dengan lontaran kata konspirasi dari Anis Matta saat menyikapi ditangkapnya Luthfi Hasan Ishaaq oleh KPK. Sebagian kader yang sudah kadung menciut rasa kepercayaan dirinya langsung tersadarkan bahwa kita adalah kader – kader partai politik dan hidup dalam dunia politik yang sering diselimuti intrik.
Mendengar kata intrik saja rasa-rasanya sudah seram. Apalagi jika kata intrik tersebut di jejerkan dengan kata Kesantunan atau keluhuran ahlak yang terus menerus kita upayakan. Maka kata intrik itu serasa menjijikkan. Jika mendengarnya saja kita sudah merasa jijik, bagaimana jika kita ditugaskan untuk merekayasa intrik? Saya yakin tidak mudah.
Dalam dunia politik yang menawarkan fasilitas kekuasaan dengan segala kompensasinya. PEMILU menjadi satu-satunya panggung untuk menasbihkan apakah kekuasaan itu jatuh pada satu partai atau beberapa partai. PEMILU akan menjadi jalan satu arah yang disesaki oleh beragam kepentingan. Maka intrik pun rasanya mustahil kita hindari apalagi di tahun politik.
Jika intrik itu tidak bisa dihindari, maka siapkah kita menghadapi intrik? Jawaban kesiapan kita bergantung pada pemahaman kita terhadap medan pertempuran yang sedang kita hadapi. Pemahaman yang tidak utuh terhadap pertempuran politik yang sedang terjadi akan melahirkan goncangan – goncangan yang keras dalam jiwa kita. Yang jika terjadi dalam fase kepercayaan diri yang rendah, akan melahirkan frustasi dan berujung pada keengganan untuk berkontribusi.
Intrik yang bertemu dengan kedigdayaan media massa bukan mustahil terus mengintai kita. Setiap saat bisa dengan cepat menerkam salah seorang bahkan beberapa orang diantara kita, terlebih disaat penjelasan (bayanat) datang dalam kecepatan yang rendah. Maka sekali lagi, persiapkan diri menghadapi intrik. Apakah kita sebagai kader, pengurus, apalagi jika bertugas sebagai pimpinan atau murobbi. Bahkan saat ini kita seharusnya bukan lagi sekedar bersiap menghadapi intrik tapi harus mampu membalikkan intrik – intrik menjadi momentum kemenangan. Agar intrik di tahun politik tak setitik pun mempengaruhi dukungan masyarakat kepada kita..Salam 3 Besar. Satu Perjuangan. Satu Komando. Tembus 3 Besar.